Rabu, 12 Maret 2014

REVITALISASI NILAI NILAI PANCASILA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada 1 juni 68 tahun silam, pancasila lahir. Sebagai dasar Negara, sejak hari pertama kemerdekaan republik indonesia (RI) 17 agustus 1945, pancasila berhasil mengikat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bersatu di dalam perbedaan. Meski bangsa ini terdiri atas ratusan kelompok etnis serta berbagai macam agama (muslim, kristiani, hindu, Buddha, konghuchu, dan kepercayaan lainnya), berkat nilai-nilai luhur pancasila itulah masyarakat Indonesia tetap hidup berdampingan dalam kebebasan dan persaudaraan.
Namun hari-hari ini, harus kita akui, nilai-nilai luhur  pancasila mulai sepi dari pembicaraan publik. Nilai-nilai pancasila bahkan mulai tergerus dan semakin di lupakan orang. Lihat saja, prilaku dan perbuatan yang secara kasat mata di perhatikan para elite politik dan pejabat publik, yang tak sungkan-sungkan berkumbang dalam praktik korupsi. Mereka menilap uang rakyat, seolah tak ada lagi rasa takut terhadap ajaran tuhan (agama) dan tak punya lagi sensitivitas terhadap prinsip keadilan pada sesama.
Kita berkeyakinan pancasila dengan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, tetap menjadi sumber dari segalanya sumber hukum, penuntun nilai kehidupan bersama, dan pengawal nan sakti bagi perjalanan republik ini. Pancasila bahkan bisa menjadi sumber inspirasi bagi dunia untuk toleransi dan demokrasi.
Itu semua hanya bisa tercipta kalau semua komponen bangsa ini meletakkan kembali pancasila sebagai ideologi satu-satunya, sumber nilai kehidupan bersama sebagai bangsa, tidak hanya sebatas ucapan di bibir, tapi dalam praktik kehidupan sehari-hari. 

BAB II
PEMBAHASAN
A. Revitalisasi nilai-nilai pancasila
1.     Definisi nilai
Nilai atau value (bahasa Inggris) dalam filsafat di kenal sebagai kata benda abstrak yang berarti keberhargaan (worth) atau kebaikkan (goodnees). Nilai pada hakikatnya sesuatu yang memiliki makna inhern pada objek tertentu, sehingga manusia mampu menangkap hal tersebut menjadi berharga, menarik, berkualitas, serta berguna dalam kehidupannya. Dalam kontes pancasila, arti dasar nilai di atas hakikatnya telah sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusannya terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yang mengatakan pancasila sebagai nilai dasar dan pembelajarannya sebagai nilai instrumental.
Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh di ubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya belum dapat di jabarkan secara langsung. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu kemudian di namakan nilai instrumental’
2.     Ciri dan sifat nilai
Menurut bambang Daroeso (1986) sifat-sifat nilai adalah sebagai berikut:
a.       nilai itu suatu realitas abstrak yang ada dalam kehidupan manusia tidak dapat diindra. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah nilai kejujuran itu.
b.      Nilai memiliki sifat normati, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal. Misalnya nilai keadilan semua orang berharap mendapatkan dan berprilaku yang mencermikan hal tersebut.
c.       Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukungnya. Misalnya nilai ketakwaan, adanya nilai kedakwaan menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai drajat ketakwan.
3.      Asal-usul nilai pancasila
Secara empiris, pacasila lahir dari bumi Indonesia. Pancasila lahir dan berkembang dari kumulasi berbagai nilai yang berakar dari pluralitas budaya bangsa yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Pancasila adalah bentuk miniature bangsa Indonesia tanpanya Negara kita tidak mungkin bisa eksis hingga saat ini. Tanpa pancasila Indonesia sudah bubar keberadaan Negara kita adalah hakikat dari pancasila. Secara ilmiah, lahirnya pancasila bisa dikaji melalui hokum kausalitas (sebab-akibat).Asal mula langsung artinya asal mula pancasila sebagai dasar filsafat Negara  yaitu sejak di rumuskan oleh para pendiri bangsa (founding fathers), sidang BPUPKI pertama, panitia Sembilan, sidang BPUPKI kedua serta PPKI hingga pengesahannya. Asal mula langsung pancasila menurut notonagoro terdapat beberapa klasifikasi, antara lain:
a.       Asal mula bahan (kausa materalis), artinya nilai-nilai pancasila merupakan hasil eksplorasi adat-istiadat, kebudayaan, dan keberagamaan dalam keseharian hidup seluruh bangsa indonesia.
b.      Asal mula bentuk (kausa formalis), artinya nilai-nilai pancasila merupakan bentuk hasil kesepakatan para pendiri bangsa dalam membahas dan merumuskan bentuk, susunan dan nama pancasila.
c.       Asal mula karya (kausa effesien), artinya pancasila merupakan yang semula sebagai embrio calon Negara kemudian menjadi dasar Negara kemudian menjadi dasar Negara yang sah.
d.      Asal mula tujuan (kausa finalis), artinya pancasila di bahas intensif dan di rumuskan secara sistematis melalui tahapan dari sidang ke sidang dengan tujuan akhirnya adalah untuk di jadikan sebagai dasar Negara.
Sedangkan asal mula tidak langsung maksudnya adalah asal mula jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, yakni ketika nilai-nilai pancasila berkembang alamiah dari sejak dulu menjadi adat-istiadat, terus berkembang menjadi kebudayaan dan kemudian menjadi kepribadian bangsa secara nasional. Asal mula tidak langsung dapat di klasifikasi sebagai berikut:
a.       Unsur-unsur pancasila tersebut sebelum secara langsung di rumuskan menjadi dasar filsafat Negara, nilai-nilai seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan keadilan. Nilai tersebut sudah ada dan tercemin dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia terbentuk menjadi Negara.
b.      Nilai adat-istiadat, nilai kebudayaan dan nilai religiusitas. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman dalam memecahkan problematika kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
c.       Pancasila hakikatnya bangsa Indonesia itu sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis atau asal mula tidak langsung nilai-nilai pancasila.
4.      Arti Revitalisasi nilai-nilai pancasila
Revitalisasi adalah upayah mengembalikan kepada asal nilai pentingnya segala sesuatu. Sedangkan nilai-nilai pancasila adalah segala bentuk norma, aturan serta nilai yang di serap dari berbagai adat-istiadat dan budaya yang berakar dari kemajemukan seluruh komponen bangsa Indonesia. Artinya nilai-nilai pancasila merupakan intisari dari pola pikir (mind-sett), pola sikap dan pola tindakkan dari setiap individu bangsa Indonesia yang identik dengan keberbedaan suku, agama, ras, antar golongan (SARA), wilayah bahasa dan adat-istiadat.
Jadi revitalisasi nilai-nilai pancasila adalah usaha bersama seluruh komponen bangsa Indonesia untuk mengembalikkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai konsensus sekaligus identitas nasional yang selama ini mengalami berbagai penyimpangan dalam arti singkat revitalisasi artinya adalah bahwa nilai-nilai   yang telah “menyejarah”  dalam kehidupan bangsa Indonesia terdahulu di munculkan kembali dalam sejarah kehidupan baru bangsa Indonesia pasca reformasi yang telah di sah artikan menjadi kebebasan yang kebablasan.
Hakikat pancasila adalah nilainya bukan simbolnya, karena substansi nilai akan muncul setelah setiap individu bangsa melaksanakan apa yang menjadi kepribadian dan pandangan hidup sehari-harinya.
5.     Komitmen Revitalisasi Sebagai Kebutuhan Bangsa
Pancasila adalah komitmen final bangsa Indonesia. Tanpa pancasila Indonesia tidak ada atau tidak akan eksis. Pancasila adalah ideologi yang tidak ada bandingannya untuk bangsa Indonesia karena pancasila adalah alat pemersatu bagi seluruh komponen yang berbeda-beda, sehingga setiap upaya untuk menggantinya selalu akan berhadapan dengan seluruh kekuatan bangsa Indonesia secara menyeluruh. Pancasila adalah simbol ke-bhinneka-an Indonesia  berbeda namun tetap satu jua.
Merevitalisasi nilai-nilai pancasila adalah sebuah keniscayaan mutlak ketika kondisi bangsa semakin jauh dari keadilan sosial, kemakmuran, kemajuan, dan sebagainya. Membiarkan kondisi bangsa dalam keterpurukan sama hanya menjadikan pancasila hanya sebagai alat politisasi untuk melanggengkan kekuasaan seperti yang perna terjadi pada masa Orde baru. Sehubungan dengan hal tersebut, revitalisasi nilai-nilai pancasila harus di lakukan dalam dua tingkatan, yaitu pada tataran ide dan praksis. Dalam tataran ide, hal yang paling penting di lakukan adalah menjawab sikap alergi masyarakat terhadap pancasila. Oleh karena itu, memiliki semangat dan sikap bergotong royong serta membudayakan pola musyawarah bisa di jadikan mekanisme dan cara bangsa ini. Sikap gotong-royong dan musyawarah juga bisa di jadikan sebagai sumber dalam rangka revitalisasi nilai-nilai pancasila.
Dalam tataran praksis, utamanya menyangkut relasi penyelenggaraan Negara dan masyarakat, revitalisasi nilai-nilai pancasila harus di mulai dengan membangkitkan kegairahan dan otimisme publik. misanya, kepemimpinan nasional harus menegaskan kembali bahwa Negara republik Indonesia adalah bukan Negara agama tetapi Negara beragama, Indonesia adalah negri yang kebebasannya berlandaskan ketuhanan yang maha esa dan bhinneka tunggal ika, yang harus memiliki sikap saling hormat-menghormati, menghargai segala perbedaan dan mengutamakan kepentingan umum dari pada ke pentingan pribadi dan golongan.
Dari beberapa ilustrasi tersebut, secara bertahap, nilai-nilai pancasila akan benar-benar menginternalisasi dan membumi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara revitalisasi nilai-nilai pancasila bisa di mulai dengan menjadikan dasar Negara ini kembali sebagai pembicaraan publik, sehingga masyarakat merasakan bahwa pancasila masih ada, dan masih di butuhkan bagi bangsa Indonesia, revitalisasi nilai-nilai juga dapat di lakukan dengan cara manifestasi identitas nasional. hal tersebut dapat di lihat dari berbagai wawasan, antara lain: spiritual yang berlandaskan etik, estetika, dan religiusitas sebagai dasar dan arah pengembangan profesi.
6.     Reformasi Revitalisasi Pancasila
Sila-sila dalam pancasila yang paling otentik terdapat dalam pembukaan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945/Konstitusi). Reformasi yang bermuara pada perubahan konstitusi adalah bentuk konkret langka revitalisasi nilai-nilai pancasiala dalam bentuk penjabaran normatif dalam norma-norma konstitusi. Hal itu di lakukan sebagai jawaban atas fenomena merosotnya penghayatan dan pengamalan pancasila yang di tandai maraknya berbagai konflik sosial, pelanggaran HAM, korupsi, kemiskinan dan sebagainya, yang di tengarai karena adanya kesenjangan sistem tata norma di satu sisi lainnya. Nilai-nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu betapapun pentingnya, karena sifatnya belum operasional memerlukan elaborasi atau penjabaran yang tepat dalam instrumen hukum yang lebih kongkret, yaitu UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Agar perubahan UUD mempunyai arah, tujuan, dan batasan yang jelas, serta hasil yang memuaskan, MPR merumuskan kesepakatan dasar yang menjadi acuan dalam perubahan UUD. Kesepakatan dasar terebut adalah:
a.       Tidak merubah pembukaan UUD 1945.
b.      Tetap mempertahankan Negara kestuan republik Indonesia (NKRI);
c.       Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
d.      Penjelasan UUD 1945 di tiadakan serta hal-hal normatif dam penjelasan di masukan ke dalam pasal-pasal.
e.       Perubahan di lakukan dengan cara addendum.
Kesepakatan dasar untuk tidak merubah pembukaan UUD 1945 mempunyai makna sangat dalam. Dengan kesepakatan itu, berarti sila-sila dalam pancasila tidak mengalami perubahan. Pancasila sebagai dasar dan falsafah bangsa dan Negara juga di pertahankan. dalam pembukaan UUD 1945 itu di katakan bahwa pengisian kemerdekaan, perjalanan roda pemerintahan, kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, sebagai mana juga perumusan pasal-pasal UUD 1945, harus berdasarkan kepada lima sila dalam pancasila yaitu, ketuhanan, kemanusian, persatuaan, kerakyatan, dan permusyawaratan, serta keadilan sosial.
Isu lain terkait pancasila di masa perubahan UUD 1945 adalah apakah pancasila cukup di muat dalam pembukaan UUD 1945 saja atau di muat di pasal-pasal/batang tubuh sebagai penegasan. Isu seputar ini langsusng cukup alot, karena sidang paripurna MPR pun tidak mendapatkan titik temu. Alasan fraksi yang mendukung bahwa pancasila perlu di masukan ke dalam batang tubuh berpandanngan bahwa ketika pancasila di sepakati sebagai dasar Negara, maka ia perlu juga di pertegas dalam pasal-pasal/batang tubuh sehingga lebih implementatif. Namun, kalangan yang menolak usulan itu berpandangan bahwa sesuai dengan pasal 37 UUD 1945, objek perubahan itu adalah pasal-pasal atau batangUUD 1945. Di khawatirkan, jika sila-sila dalam pancasila di muat dalam batang tubuh atau pasal-pasal, maka ia akan terkena perubahan. Padahal kita sepakat untuk tidak mengubah sama sekali kelima sila yang menjadi dasar Negara kita. Setelah melalui berbagai perdepatan dan lobi, akhirnya muncul kesepakatan bahwa pancasila tetap ada di pembukaan UUD 1945 saja dan tidak perlu di sebutkan lagi secara utuh dalam batang tubuh.
Revitalisasi nilai-nilain pancasila hasil perubahan konstitusi mencakup substansi dan area yang mendasar luas. Secara umum revitalisasi itu untuk mengembalikan pancasila kepada fungsinya sebagai dasar Negara dan ideologi nasional, yaitu membangun kembali spirit nasionalisme, meneguhkan kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum, penghormatan HAM, menghapus otoritarianisme dan segala ke tidak adilan warisan masa lalu. Revitalisasi juga di maksudkan untuk menjaga integritas nasional dan menguatkan kemampuan bangsa dalam menjawab tantangan globalisasi.
Cakupan materi perubahan UUD 1945 yang terpenting (soewoto 2004:40) meliputi:
a.       Mengurangi kekuasaan presiden dengan cara mendistribusikan kekuasaan secara vertikal dan membagikan kekuasaan secara horizontal.
b.      Mengubah kekuasaan yang sentralistik ke arah desentralistik dengan otonomi daerah.
c.       Meningkatkan peran DPR melakukan pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif.
d.      Mengubah struktur ke anggotaan MPR dan mengunakan sistem bicameral.
e.       Mengembalikan hak atas kedaulatan rakyat dengan pemilu langsung.
f.           Menjaga kekuasaan yang seimbang dengan menerakan mekanisme. “check and balance system”.
g.       Menata kembali sistem peradilan dan pranata lunak untuk memulihkan kepercayaan terhadap penegak keadilan.
h.       Konstitusi yang rinci memuat HAM, kewajiban penyelenggara Negara dan perbatasan kekuasaan. 

BAB III
PENUTUP
A .Kesimpulan
Dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang di landa oleh arus krisis dan disintegrasi maka pancasila tidak terhindar dan berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari bahwa tanpa adanya “platform” dalam dasar Negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Melalui revitalisasi inilah pancasila di kembangkan dalam semangat demokrasi yang secara konsensual akan dapat mengembangkan nilai praksisnya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan mengembangkan pancasila sebagai dasar Negara sebagaimana telah di rintis dan di tradisikan oleh para pendahulu kita, suatu kewajiban etis dan moral yang perlu di yakinkan kepada para mahasiswa sekarang.

Sebagai landasan kehidupan bersama dan kehidupan bernegara, nilai-nilai pancasila harus di luruskan dan di hidupkan kembali. Semua komponen bangsa ini harus sepakat 100 persen pancasila sebagai ideologi Negara yang menjamin kebebasan sepenuh –penuhnya bagi setiap warganya untuk mengekspresikan keyakinan dan ajaran-ajaran agamanya.

0 komentar:

Posting Komentar